Oleh Syanne Susita
Kunjungan ke Seoul kali ini hanya memberi saya kesempatan melihat kota di malam hari. Bersama dua teman yang kebetulan bermukim di Seoul, saya pun memulai perjalanan berpindah dari satu klab malam ke klab malam lain. Berhubung masih jam sembilan malam, kami memutuskan makan malam terlebih dahulu di Rainbow.
Klab ini terletak di belakang gedung tinggi daerah perkantoran Gangnam. Daerah ini juga kerap disebut Gangnam Woodstock karena banyak klab kecil underground yang menampilkan tema-tema 1960-an, tak terkecuali Rainbow.
Begitu menuruni tangga basement, saya langsung disambut petugas yang memberi saya kantong kuning besar. Lho, kok tiba-tiba dikasih kantong? Ternyata, kantong itu untuk menyimpan sepatu. Clubbing lepas sepatu? Oh, tempat ini modelnya lesehan.
Dengan suasana lounge lesehan lengkap dengan bantal dan meja pendek, Rainbow memang bikin betah. Suasana klab malamnya tetap terasa dengan musik yang dimainkan oleh DJ dan bola disko di tengah.
Setelah memesan makanan, kami harus langsung ke meja kasir yang menyatu dengan bar dan lokasinya agak terpojok. Setelah membayar, minuman langsung diambil di meja bar. Dalam hati, saya ketawa sendiri. Wah, prasmanan nih! Untung makanan diantar langsung ke meja. Begitu juga shinsa yang dipesan. Makanan dan minuman (beralkohol) di sini cukup murah, sekitar Rp 40 ribu (4 ribu won).
Puas menyantap nasi goreng dan nachos, kami menuju Eden di Hotel Ritz Carlton yang terletak tidak jauh dari Rainbow. Masih di Gangnam, namun beda blok. Tiket masuk 30 ribu won (Rp 300 ribu) sudah termasuk minum. Di sini suasananya jauh berbeda dengan Rainbow. Layar LED super besar, klub ini sangat modern. Semua yang datang ke situ berdandan habis.
Malam itu memang spesial. Setelah DJ Sun turun, DJ asal Birmingham, Steve Lawler memanaskan Eden dengan suguhan musik house. Dibantu dengan permainan laser hijau, lantai malam itu padat. Klab ini juga sepertinya sedang sangat populer, setidaknya jika melihat dari deretan DJ yang pernah tampil (Calvin Harris & Basement Jaxx) serta tipe pengunjung. Film terbaru Won Bin, "Ahjusi", pun mengambil lokasi syuting klab ini untuk salah satu adegannya.
Tak lama, teman saya mengusulkan pindah lokasi untuk mencari klab yang menjual minuman (beralkohol, tentunya) dengan harga terjangkau. Maklum, namanya juga klub dalam hotel, harga minuman super mencekik, rata-rata Rp 100 ribuan.
Sekitar jam dua pagi, kami pun naik taksi menuju Hongdae. Lokasi antara Gangnam dan Hongdae memang jauh sementara kereta bawah tanah sudah tidak beroperasi. Daerah ini juga menyuguhkan jejeran klab dan bar. Klub Gogo’s menjadi lokasi terakhir club-hopping.
Dalam gedung ini sebenarnya ada dua klab, Gogo’s dan FF. Tapi, Gogo’s lebih penuh. Suguhan musiknya lebih bervariasi. Buat yang suka musik rock, bisa nangkring di lantai satu menikmati musik Guns ‘N Roses atau Metallica. Sedangkan, di lantai dua, kita bisa menikmati musik hip-hop. Saya memilih di lantai dua karena sedang tidak mood mendengar musik ingar-bingar. Di antara Jay-Z, Jay Sean, dan Eminem, nyempil juga lagu dari 2PM.
Saya langsung mengerti mengapa teman saya merasa lebih nyaman dan betah di sini. Harga minumannya memang jauh lebih murah. Rata-rata hanya 4 ribu sampai 5 ribu won. Yah, mungkin karena ini daerah anak kuliahan.
Setengah jam menjelang subuh, perut saya sudah tidak bisa diajak kompromi. Lapar. Akhirnya, kami memutuskan keluar bar. Bukan untuk pulang, melainkan ikut mengantri membeli kebab yang dijual di sebuah mobil di depan klab. Yah, lumayan buat ganjal perut. Murah pula. Hanya 1000 won.
Di depan klub, terlihat ramai orang-orang yang nongkrong menunggu pagi. Di sinilah kesempatan mendapat gebetan atau kenalan baru sambil menunggu jam 5, saat kereta bawah tanah mulai beroperasi lagi. Dan, setelah melahap kebab, saya dan teman pun berjalan menuju stasiun kereta. Rasa kantuk sudah hilang lagi dan saya pun harus segera pulang untuk berkemas, langsung menuju bandara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar