Dalam salah satu ruangan di Museum Sejarah Jakarta ternyata tersembunyi sebuah lukisan dinding atau mural, yang menggambarkan skenario kehidupan di Batavia pada kurun waktu 1880-1920. Sketsanya mencapai langit-langit ruangan luas itu, tapi yang terwarnai oleh cat hanya kurang dari setengahnya.
Ada adegan pesta jamuan meneer dan mevrouw Belanda. Digambarkan, para perempuan ada yang mengenakan gaun pesta dan ada yang mengenakan kebaya encim. Ada juga para priyayi pribumi dengan beskapnya yang mewah, tapi ada juga sosok pelayan dengan seragam luriknya. Lalu di dinding lain, kita bisa melihat lukisan adegan pernikahan khas Betawi dengan pengantin perempuan mengenakan hiasan kepala dan kalung yang tergambar detail. Sementara itu, di pojokan terdapat gambar kerumunan penyabung ayam yang hanya setengah terwarnai dengan cat.
Pelukis mural ini adalah S Sudjojono. Pada 1974, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memintanya untuk menggambari dinding seluas 200 m persegi itu. Sayang, karena ruangan itu lembap, cat-cat minyak tak bisa lagi menempel pada dinding. Lukisan pun hanya setengah selesai.
Lukisan ini kemudian “ditemukan” pada 2010 oleh seniman asal Inggris dan Indonesia. Daripada dipamerkan dan dilihat orang tanpa dimaknai, British Council dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta “menghidupkan” kembali petualangan itu lewat kisah cerita yang mencampurkan teater, proyeksi video 3D (video mapping) serta kisah petualangan.
Berjudul Mystery of Batavia, inti utama pertunjukan ini adalah mencari di mana tepatnya pedang Jayakarta tersembunyi dalam mural. Interaksi dalam menikmati objek di museum bukanlah sesuatu yang lazim terjadi di Indonesia.
Maka pertunjukan ini jadi menarik, karena pengunjung dilibatkan untuk mencari pedang dalam lukisan menggunakan semacam remote control untuk menyoroti proyeksi di layar.
Sebelum mencari pedang yang tersembunyi, para penonton digiring masuk ke ruangan kecil dan disodori semacam pertunjukan teater “pengantar” yang dihadirkan tiga pemain dari Teater Koma.
Aksi mereka memunculkan tawa sekaligus menambah kesan dramatis pada lukisan mural S. Sudjojono yang sebenarnya sudah luar biasa itu. Yang menarik adalah, aksi teatrikal itu memberi konteks, cerita dan karakterisasi pada gambar yang hanya dua dimensi pada layar.
Pertunjukan Mystery of Batavia yang gratis ini memang sudah selesai pada 15 Mei lalu. Meski begitu, menarik melihat bagaimana sejarah dan warisan budaya Indonesia yang biasanya berupa benda mati di museum mendapat makna baru lewat penceritaan. Sebuah ide yang bisa diulang dan diterapkan oleh banyak museum di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar